Adanya Kehidupan Itu Karena Pribadi Ditetapkan Oleh Pribadi Ditetapkan Oleh Kehendak Nyata.
Sang Urip atau disebut Pribadi dalam kehidupan manusia yang terdapat dalam dirinya. Pribadi merupakan emanasi atau pancaran Ilahi. Roh, jiwa dan badan, merupakan alat bagi Sang Pribadi atau Sang Urp untuk menampillkan dirinya di muka bumi.
Karena itu hidup dikatakannya sebagai kehendak nyata. Perwujudan dari iradat Illahi. Apakah ia ada di bumi atau di luar bumi, kasat mata, atau gaib. Hidup tetap ada. Hidup merupakan wujud kehendak nyata. Hidup dan mati di bumi itu merupakan dinamika menuju hidup sejati.
Pribadi atau Sang Urip mula-mula hidup di dalam dimensi atau alam spiritual. Di alam, Pribadi hidup dalam dimensi gaib. Dalam bahasa sufi, Sang Pribadi ada di alam malakut arwah. Lalu masuklah ia ke dalam mitsal, alam antara, yaitu antara alam gaib dan alam nyata. Di alam ini Sang Pribadi atau Sang Urip bersandang nafs (Jiwa). Tetapi belum ada bandan jasmanisnya (korpus). Ada karsa tapi tidak bisa berkarya.
Merujuk pada QS (71) : 17. Badan jasmani atau korpus awal yang tumbuh di bumi adalah tumbuhan. Seiring dengan jalannya waktu badan jasmani (korpus) yang sederhana itu perlahan-lahan secara evolusi menuju bentuknya yang sempurna. Yang dewasa ini disebut manusia. Pada tingkat bentuk badan jasmani tertentu di alam jisim ini. "Sang Pribadi" atau Sang Urip menggunakan lapisan jiwa. Dari hanya jiwa al-amarah pada tumbuh-tumbuhan, dilapisi lagi dengan jiwa al-lawwamah pada binatang.
Ketika badan jasmani berwujud manusia, pribadi menambah jiwa yaitu jiwa al-mulhammah. Kemampuan jiwa untuk menerima ilham atau jalan yang baik dan yang buruk dalam tatanan kehidupan ini. Dan kemanusiaan mulai matang setelah Sang Pribadi mempunyai sandang kehormatan yaitu jiwa al-muthmainnah (jiwa yang tenang). Pada jiwa ini aspek rasio dapat berkembang optimal. Pada jiwa ini manusia dapat melangkah ke tangga yang lebih tinggi untuk menjadi insan kamil. Manusia sempurna. Manusia yang mulai arif menggunakan akal budinya.
Dalam kedudukan sebagai manusia sempurna, manusia yang mampu menggunakan akal-budinya dengan benar, Sang Pribadi atau Sang Urip dapat memperdayakan roh Tuhannya. Sehingga manusia dapat menemukan dirinya. Dalam kepustakaan Jawa, kualitas diri manusia sejati yang paling rendah disebut ingsun sejati atau diri sejati (the real self). Manusia sejati ini tidak dipengaruhi orang lain. Dia telah menemukan dunianya sendiri dalam kehidupan ini. Dia tidak lagi epigon, pengekor orang lain, apakah pengekor orang tua, teman atau tokoh pinjamannya.
Menemukan diri sendiri merupakan langkah awal untuk menjadi saudaranya yang bersifat spiritual, ruhani. Ada empat saudara pada setiap diri manusia. Di Jawa dikenal dengan nama Sedulur Papat yang artinya "empat saudara" yaitu ; ketuban, ari-ari (plasenta), tali pusar, dan darah yang menyertai sang bayi lahir. Keempatnya menyertai pembentukan jabang bayi hingga lahirnya di bumi ini. Badan jasmani atau "korpus" keempat saudara itu telah mati. Tetapi, ruhnya tetap menyertai manusia yang hidup.
SEDULUR PAPAT KALIMA PANCER
Sedulur Papat Kalima Pancer merupakan ungkapan bahasa Jawa yang berarti saudara empat dan yang kelima adalah "pancer" (pusatnya). Yang menjadi pusatnya adalah diri sejati manusia itu seniri. Sedangkan keempat saudaranya tetap menyertai hidupnya. Namun, bila keempat saudaranya ini tidak pernah dikenali, mereka tidak akan berfungsi. Tidak ubahnya anggota badan kita, bila tidak pernah dilatih dan dibiasakan, menmjadi tidak atau kurang berfungsi bagi hidup ini.
Dalam Al-Qur'an disebutkan, "Pada setiap diri niscaya ada penjaganya." (QS: Al-Thariq (86) : 4). Pada QS (6) :61 pun disebutkan bahwa setiap manusia telah diberi penjaga oleh Allah.
Bila keprihatinan manusia ini semakin meningkat, kesadaranya bermanusia semakin tinggi, dan pencarian dan perenungan terhadap makna hidup ini semakin dalam, maka manusia sejati akan menemukan guru sejatinya.
GURU SEJATI
Guru Sejati adalah guru yang memahami hakikat hidup. Guru ini mampu mengajar murud-muridnya untuk merasakan dan mempraktikkan sendiri dalam menempuh jalan hidup. Guru ini mengetahui dan dapat mengajarkan czra menempuh iradatnya sendiri. Kematian yang tidak dikarenakan bunuh diri. Tetapi berdasarkan kemapuan menutup pintu ke matian di dunia ini.
Guru Sejati dalam melihat sesuatu mirip dengan kerja intuisi atau indera keenam, dapat tampil sebagai bawaan atau bakat. Tapi guru sejati merupakan hasil olah rasa yang sangat dalam. Guru Sejati dapat dipadankan dengan roh suci atau roh kudus. Dialah yang berfungsi memperkuat Sang Pribadi atau Sukma Sejati dalam hidupnya di dunia ini. "Sukma Sejati" merupakan lokus atau istana bagi "Sang Pribadi" atau "Sang Urip".
Sang Pribadi atau Sang Urip yang mengejawantah di dunia ini, akan mampu menghasilkan ciptaan-ciptaan baru yang melengkapi ujudnya alam semesta ini. Tanpa adanya "Sukma Sejati" yang hadir di dunia ini, bumi kita tetap remang-remang. Lampu lilin dan sentir yang mengisi. Bukan bohlam dan lampu neon yang menerangi.
Bumi akan lestari semakin ayu, semakin indah dan lebih baik, bila muncul pribadi-pribadi sejati sebagai manusia sejati. Ia muncul untuk tampil sebagai wakil Ilahi. Dia hadir untuk membabar diri. Bumi menjadi makmur. Masyarakat hidup adil dan sejahtera. Dimana-mana penuh bakta dan bakti. Karena mereka merupakan perwujudan pancaran Ilahi.Tanpa manusia yang berkualitas, manusia akan senantiasa mati secara terpaksa atau dipaksa. Bukan kematian sebagai pilihan sendiri. Sungguh indah dunia ini bila orang tahu kapan dirinya akan meninggalkan dunia fana ini.
Setiap orang meskipun mengerjakan segala perkara yang bersifat keilmuan, tidaklah bermanfaat bila tidak ada gurunya sebagai pembimbingnnya.
Coppyright Eyangresi313 @2010